Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telekomunikasi telah melahirkan
kemudahan-kemudahan dalam hubungan antar manusia melalui frekwensi
radio, baik jarak dekat maupun jarak jauh yang kemudian dikenal di USA
sebagai The Citizens Radio Service (CB – Citizen Band) yang di Indonesia
disebut sebagai Komunikasi Radio Antar Penduduk (KRAP).
Dinegara
asalnya – USA, mendekati akhir perang dunia ke II, tepatnya pada
tanggal 16 Januari 1945 Federal Communications Commission (FCC) melalui
“Docket No. 6651” menetapkan alokasi frekwensi 460 – 470 Mhz yang akan
dipergunakan untuk instansi pemerintahan, industri dan penggunaan
perseorangan.The Citizens Radio Service (CB) oleh FCC didifinisikan
sebagai sarana komunikasi radio stasiun tetap dan bergerak darat, yang
dipergunakan oleh warga negara Amerika untuk penggunaan komunikasi radio
perseorangan. Konsepnya adalah untuk memudahkan setiap warga negara
tanpa latar belakang pengetahuan teknis radio bisa mengudara dan
mendapat lisensi terbatas hanya dengan mengisi form aplikasi tanpa
melalui ujian.
Penetapan alokasi frekwensi tersebut belum banyak
diminati oleh warga Amerika karena alatnya mahal dan berjangkau pendek,
menampung usulan para CB’er pada tahun 1957 FCC merencanakan penambahan
alokasi frekwensi untuk Citizens Radio Service pada band 26.960 sampai
27.230 Mhz. FCC menetapkan band 27 Mhz pada tanggal 3 Juli 1958 dan
untuk berlaku pada tanggal 11 September 1958.
Alokasi frekwensi
tersebut sangat menarik warga Amerika karena perangkatnya murah dan
berjangkau jauh (tergantung propogasi). Dari 600 pemilik ijin komunikasi
awal tahun 1958 berkembang pesat sekali menjadi 215 000 orang pemilik
ijin komunikasi pada tanggal 1 Agustus 1961. CB radio menjadi menjadi
sangat populer di Amerika sebagai sarana komunikasi masyarakat, bertemu
teman baru, membantu informasi kemasyarakatan, lalu lintas, olah raga
dan gawat darurat seta berkomunikasi jarak jauh (DX’ing). Begitu
memasyarakatnya Citizens Radio Service (CB Radio) di Amerika sehingga
beberapa instansi resmi terutama instansi pelayanan kegiatan masyarakat
telah aktif terjun didalamnya. Instansi tersebut antara lain Kepolisian,
Search And Rescue (SAR), Pemadam Kebakaran, Rumah Sakit. Instansi
tersebut selalu monitor pada kanal 9 atau kanal gawat darurat. Kanal ini
sangat efektif, sehingga begitu terdengar Panggilan Emergency, seluruh
Instansi terkait segera “siaga merah” dan CB’er langsung dimobilisasi untuk mengatasi situasi emergency tersebut.
Pada pertengahan tahun 1970 kegiatan dan kegemaran CB radio segera melanda dunia menjadi nasional dan internasional mania.
1.2. MASUKNYA CB RADIO KE INDONESIA
Secara
tepatnya masuknya CB radio ke Indonesia sulit ditelusuri, namun sekitar
tahun 1977 CB radio mulai digemari di Indonesia sebagai hobby dan
berkembang dengan pesat. Perangkat CB radio (11 meter) masuk ke
Indonesia diawali sebagai oleh-oleh keluarga. Namun setelah terasa
manfaat penggunaan alat komunikasi ini, banyak upaya para hobbier
mendatangkan alat komunikasi 27 Mhz ( 11 meter) meski secara tidak resmi
ke Indonesia.
Pada awal tahun 1980, gencar dilakukan penertiban
oleh aparat territorial terhadap para pengguna CB radio. Penertiban
yang dilakukan Garnizun Ibukota ternyata menimbulkan pemikiran bahwa
dalam kondisi awal program pembangunan nasional, sarana komunikasi masih
terhitung langka, tetapi murah, praktis dan efisien.
Mendengar
masukan dari berbagai kalangan terutama pengguna CB radio bahwa pengguna
CB radio dapat dimanfaatkan untuk turut mensukseskan pembangunan
nasional, dan oleh karena itu dari pada mereka bekerja secara tidak
resmi, lebih baik potensi mereka diwadahi, dibina dan diarahkan, oleh
Garnizun Ibukota masukan tersebut diteruskan kepada Pemerintah dalam
bentuk proposal.
Proposal dari Garnizun Ibulota itu ternyata mendapat lampu hijau dari Pemerintah.
Dari
berbagai pertimbangan tersebut pemerintah mulai menata penyelenggaraan
KRAP melalui SK Menhub No.S.1. 11/HK.501/Phb-80 tanggal 6 Oktober 1980
tentang Perijinan Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk ,
dengan mempergunakan perangkat HF dan bekerja pada frekwensi 26.960 –
27.450 Mhz yang dibagi dalam 40 kanal.
Melalui surat Dirjen Postel No. 6356/OT.Ditfrek/80 ditunjuk Team Formatur yang terdiri dari :
1. Eddie Marzuki Nalapraya - Kasgar Ibukota
2. Soedarto - Brigjen TNI (Purn)
3. A.Pratomo,BcTT - PT.INTI
4. Soetikno Buchari - Pengguna KRAP
5. Lukman Arifin,SH - Pengguna KRAP
dengan tugas pokok :
a. Menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi KRAP tingkat Pusat.
b. Menyusun Pengurus Pusat dari Organisasi KRAP.
Akhirnya
pada tanggal 10 November 1980 Organisasi RAPI dikukuhkan melalui
Keputusan Dirjen Postel No.125/Dirjen/1980 tanggal 10 Novmeber 1980
tentang Pendirian dan Pengankatan Pengurus Pusat Radio Antar Penduduk
Indonesia.
Bp.Eddie M.Nalapraya sebagai Ketua Umum yang pertama.
Tanggal 10 November kemudian diperingati setiap tahun sebagai Hari Ulang
Tahun RAPI.
1.3. PERKEMBANGAN ORGANISASI RAPI
Organisasi
RAPI didirikan sebagai satu-satunya wadah resmi bagi pemilik ijin KRAP
yang diakui dan disahkan oleh Pemerintah, dengan demikian seluruh
kelompok penggemar KRAP dilebur dalam wadah RAPI.
Tugas utama
organisasi RAPI adalah membantu pemerintah dalam membina dan
melaksanakan pengawasan terhadap pengguna KRAP di Indonesia.
Pengurus
RAPI Pusat dari tahun 1980-1984 benar-benar bekerja keras dalam
mewujudkan terbentuknya kepengurusan tingkat Propinsi / Daerah. Sampai
akhir tahun 1984, 26 daerah tingkat I telah terbentuk kepengurusan
dengan jumlah anggota lebih dari 20.000 orang seluruh Indonesia kecuali
Timor Timur.
Disamping berhasil membentuk kepengurusan RAPI daerah di seluruh Indonesia pengurus RAPI Pusat berhasil pula :
1. a. Menyusun AD/ART
b. Menyelenggarakan Kongres I RAPI di Hotel Horison Jakarta pada tanggal 23-25 Maret 1984.
c. Menetapkan Program Kerja Nasional untuk jangka waktu 3 tahun.
2. Melaksanakan pembinaan organisasi dan anggota melalui kegiatan-kegiatan :
a. Menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional I / Rakersus dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 1-2 Desember 1980.
b.
Membantu program pemerintah dalam berbagai kegiatan, seperti PON, SEA
Games, Bantuan Korban Banjir diberbagai daerah, Letusan Gunung
Galunggung, Kirab Remaja HKSN, Kirab Penghijauan, Jambore Pramuka.
c. Menyelenggarakan Lomba Fox Hunting.
1.4. MASA TRANSISI 1985-1992
Perkembangan
organisasi RAPI yang demikian pesat secara tiba-tiba terganggu oleh
kebijakan Menparpostel melalui SK. No. KM.48/PT.307/MPPT/1985 dimana
pengguna fasilitas perangkat 11 meter akan dihapus secara bertahap dari
KRAP dan diganti dengan perangkat 62 cm (UHF) yang jarak jangkauannya
hanya antar tetangga.
Kebijakan ini secara tak langsung telah menghambat bahkan sempat akan menghancurkan organisasi RAPI.
Hal ini dapat dipahami karena :
1.4.1.
Secara operasional warga RAPI dengan 62 cm (UHF) tidak lagi mampu
berhubungan langsung/tidak langsung dengan rekan-rekannya yang berjarak
jauh, seperti Medan, Jakarta, Menado, Ujung Pandang, Irian Jaya, Ambon
dan lain-lain.
1.4.2. Misi RAPI membantu pemerintah dalam upaya
mempercepat proses terwujudnya wawasan nusantara, tidak akan lagi mampu
dilaksanakan dengan baik dan efisien.
1.4.3. Dengan perangkat KRAP
62 cm (UHF), RAPI tidak mungkin lagi membantu SAR ataupun berita-berita
penting yang datang dari jarak jauh.
1.4.4. Perangkat 11 meter (HF) memiliki spesifikasi yang unik yang tidak dimiliki perangkat lain dan berjarak jangkauan jauh.
Gencarnya
seluruh anggota RAPI didalam upaya mempertahankan KRAP dengan perangkat
11 meter (HF) melalui berbagai upaya yang positif, telah mengetuk hati
Menparpostel dengan mengundurkan batas waktu terakhir penggunaan
perangkat 11 meter (HF) dari tahun 1989 menjadi tahun 1994 melalui SK.
Menparpostel No.KM.79 / PT.307 / MPPT / 87, yang disampaikan
pemberitahuannnya oleh Menparpostel langsung pada Munas RAPI ke II/1987
di Cipayung tanggal 27-29 November 1987.
Meskipun kebijakan
Menparpostel dalam SK.No.79 / 1987 tersebut telah mengundurkan waktu
penghapusan penggunaan perangkat 11 meter dari tahun 1989 menjadi 1994,
namun warga RAPI maupun para produsen perangkat 11 meter buatan dalam
negri tetap pesemistis dan bersifat apatis. Mereka semua tetap
mengingankan agar perangkat 11 meter tetap dialokasikan pada KRAP.
Lahirnya
Undang-Undang No.3/89 tentang Telekomunikasi belum jelas-jelas menjamin
bahwa perangkat 11 meter tetap dialokasikan untuk KRAP namun lahirnya
SK. Menparpostel R.I No. 26/PT.307/MPPT/92 telah memberikan angin segar
bagi RAPI karena SK.48/85 dan SK.79/87 direbut kembali dan dinyatakan
tidak berlaku.
dijamin dan rencana penghapusan penggunaan band
11 meter dari KRAP selama periode 1985-1992, kepengurusan RAPI Daerah
sudah banyak yang tidak aktif lagi, tinggal beberapa saja diluar Jawa,
kecuali kepengurusan Dari ketentuan diatas eksistensi organisasi RAPI
maupun KRAP sudah RAPI Daerah di Pulau Jawa masih aktif. Jumlah anggota
yang semula telah mencapai lebih dari 20.000 tinggal tidak lebih dari
2000 anggota se Indonesia.
Pada waktu Munas ke III di Bandung tanggal
25-27 Juni 1993 warga RAPI secara lisan telah mendengar langsung dari
Bapak Dirjen Postel, bahwa rencana penghapusan penggunaan perangkat 11
meter dari KRAP dibatalkan dan malahan akan diserahkan mengelola 2 Meter
band (VHF) yang bekerja pada frekwensi 142.000 – 143.600 Mhz.
1.5. MASA KEBANGKITAN RAPI
Melalui SK.Dirjen Postel No.92/Dirjen/94 tanggal 25 Juli 1994 ditetapkan bahwa KRAP bekerja pada 3 Band, yaitu :
1. Band HF (11 meter) = 26.960 - 27.410 Mhz.
2. Band UHF (62 cm) = 476.410 - 477.415 Mhz
3. Band VHF (2 meter) = 142.000 - 143.600 Mhz
Dengan
ketetapan baru ini, gairah anggota bangkit untuk aktif lagi di RAPI,
disamping anggota lama (60%) maka anggota-anggota baru berdatangan.
Jumlah
anggota di setiap daerah tumbuh pesat sekali dan saat ini anggota sudah
hampir mencapai 76.600 anggota diseluruh Indonesia.
Pada 1 Agustus 2004 diberlakukan KM 77 sebagai pengganti SK Dirjen Postel No. 92/DIRJEN/94
Melalui KM 77 Bab V pasal 28 ditetapkan bahwa KRAP bekerja pada 2 Band yaitu ;
1. Band VHF 140.7875 Mhz s/d 143.7875 Mhz
2. Band HF 26,960 Mhz s/d 27,410 Mhz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar